Sunday, June 16, 2013

hadis 40: kehidupan di dunia laksana perantau

الحديث الأربعون
HADITH KEEMPAT PULUH



عَنْ ابْنِ عُمَرْ رضي الله عَنْهُمَا قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ : كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ . وَكاَنَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ : إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ .

[رواه البخاري]



Terjemah hadith / ترجمة الحديث :

Dari Ibnu Umar radhiallahuanhuma berkata : Rasulullah saw memegang bahu saya seraya bersabda : “Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara”, Ibnu Umar berkata : “Jika kamu berada pada waktu petang hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada pada waktu pagi hari jangan tunggu petang hari, gunakanlah kesihatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu”

(Hadis Riwayat Bukhori)



Kosa kata / مفردات :

غريب : Orang asing

عابر سبيل : Pengembara

(أمسيـ(ـت : (engkau berada) di petang hari

(أصبحـ(ـت : (Engkau berada) di pagi hari.

(منكبـ(ي : (kedua) bahu (ku)





Pelajaran yang terdapat dalam hadith / الفوائد من الحديث:

Bersegera mengerjakan pekerjaan baik dan memperbanyak ketaatan, tidak lalai dan menunda-nunda kerana dia tidak tahu bilakah datangnya ajal.
Menggunakan berbagai kesempatan dan momentum sebelum hilangnya berlalu.
Zuhud di dunia bererti tidak bergantung kepadanya hingga mengabaikan ibadah kepada Allah ta’ala untuk kehidupan akhirat.
Hati-hati dan khawatir terhadap azab Allah adalah sikap seorang musafir yang bersungguh-sungguh dan hati–hati agar tidak tersesat.
Waspada daripada teman yang buruk hingga tidak terhalang dari tujuannya.
Pekerjaan dunia dituntut untuk menjaga jiwa dan mendatangkan manfaat, seorang muslim hendaknya menggunakan semua itu untuk tujuan akhirat.
Bersungguh-sungguh menjaga waktu dan mempersiapkan diri untuk kematian dan bersegera bertaubat dan beramal shaleh.


Fiqh Dakwi dan Tarbawi :

Para da’ie seharusnya memendekkan cita-cita terhadap dunia dan menganggap dunia bukanlah permanent resident melainkan tempat persinggahan ibarat tempat RnR sewaktu jaulah untuk memperbaiki kelengkapan. Dia ingin pulang ke tanah airnya yakni negeri akhirat yang kekal abadi. “Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah nikmat dan keseronokan yang sementara. Sesungguhnya akhirat itulah negeri tempat tinggal yang kekal.” (Ghofir: 39)
Allah memerintahkan kita untuk bersegera dalam menuai kebajikan, tidak bertangguh dalam berurusan dan melakukannya dengan penuh kesungguhan. “Apabila selesai satu urusan, maka bekerlah untuk urusan seterusnya.” (al-Insyirah: 7). Selesai satu program, kita teruskan dengan program yang lain tanpa henti hingga ajal menjemput. Sehinggakan solat pun kita diajarkan untuk serius, “Solatlah seperti solat orang yang mengucapkan selamat tinggal (mati)” (HR Ahmad)
Kita dituntut untuk merebut peluang yang ada di dunia buat bekal akhirat. Bukankah harta yang terbaik itu adalah harta yang berada di tangan orang yang beriman ? “Rebutlah peluang daripada lima perkara sebelum lima perkara; remaja sebelum tua, sihat sebelum sakit, kaya seebelum miskin, lapang sebelum sempit dan hidup sebelum mati” (HR Bukhari)
Rasulullah memegang kedua bahu Abdullah bin Umar, adalah agar beliau memperhatikan apa yang akan beliau sampaikan. Menunjukkan bahwa seorang mutarabbi harus diajarkan tentang perhatian murabbinya kepadanya dan kesungguhannya untuk menyampaikan ilmu kedalam jiwanya. Hal ini dapat menyebabkan masuknya ilmu, sebagaimana hal itu juga menunjukkan kecintaan Rasulullah kepada Abdullah bin Umar, kerana hal tersebut pada umumnya dilakukan oleh seseorang kepada siapa yang dicintainya.

No comments:

Post a Comment

Kursus Pengurusan Jenazah